Kami dan 2023…

Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimush shaalihaat..

Tahun 2023 segera berlalu, ada rasa sedih, bahagia, juga haru.. Sudahkah setahun ke belakang terisi dengan amal kebaikan ataukah lebih banyak kesia-siaan?

Tahun 2023, kami masih di sini, menjalani perantauan di negeri Ginseng.. Dengan rutinitas yang hampir sama dengan sebelumnya namun lebih berwarna..Alhamdulillah

Tahun ini abinya anak-anak menjalani tahun ketiga perkuliahannya, banyak nikmat dan kemudahan yang Allah berikan untuknya, nikmat bertemu orang-orang baru juga berkunjung ke banyak tempat baru.. Allahu yubaarik fiih

Tahun ini kakak Kayyis melewati kelulusan SD dan masuk jenjang SMP.. Masih dengan rutinitas sekolah onlinenya dan hobi menggambarnya.. Kakak Kayyis yang dengan segala keterbatasan tetap sibuk dengan pertemanan jarak jauhnya bersama sahabat-sahabatnya… Allahu yubaarik fiihaa..

Tahun ini teteh Aghniya menjalani pengalaman baru dalam hidupnya.. Untuk pertama kali dia sekolah tatap muka walau dengan keterbatasan bahasa.. Sudah satu tahun berjalan dan dia tetap menjalaninya dengan antusias dan semangat.. Allahu yubaarik fiihaa..

Tahun ini Zahir masih menjalani rutinitasnya berkunjung ke rumah sakit dan minum obat. Ya, ternyata sudah setahun lebih.. Ada banyak kekhawatiran umi untuk Zahir yang biarkanlah umi lantunan saja semua itu di hadapan Allah… Allahu yubaarik fiih…

Lalu, apa yang telah saya jalani setahun ini?

Musim Panas 2022

Bismillah..

Musim panas, menjadi pembeda telak antara saya dan suami.. Eh.. Saya yang berdalih lahir dan tumbuh besar di tempat adem seperti Garut, selalu merasa tak cocok dengan cuaca panas.. Sedangkan suami yang lahir di utara Jawa Timur selalu berbahagia dengan hadirnya musim ini…

Ini ada musim panas kedua kami.. Musim panas tahun lalu lumayan meninggalkan memori epik sebenarnya.. Karena dulu kami masih takut menyalakan AC rumah yang super gede dan jadul kayak buat di gedung, akhirnya sebulan pertama kami benar-benar meminimalisir penggunaannya karena khawatir biaya listrik super membengkak..  Belum lagi mobilitas di dalam rumah yang terbatas saat  puncak musim panas karena harus ada pak suami yang diisolasi 2 pekan di rumah..Alhasil, musim panas tahun lalu berat sekali rasanya..

Musim panas tahun ini saya merasa jauh lebih nyaman, alhamdulillah.. Selain sudah berani nyalain AC, eh, juga bila dibandingkan dengan tahun lalu suhu udara tahun ini lebih mendingan… Entah kenapa kalau musim panas dan musim dingin saya rajin sekali lihat perkiraan cuaca.. Hehe..

Yang istimewanya, musim panas tahun ini kami menyempatkan menikmati liburan seperti orang-orang, istilahnya “여름 방학 “, walaupun tidak seperti orang-orang juga sebenarnya, hanya sekadar jalan-jalan di dalam kota saja ke tempat-tempat gratisqan.. Hihi.. Alhamdulillah suami punya jatah 3 hari libur yang akhirnya beliau ambil secara mencicil sesuai perkiraan cuaca.. Kira-kira kalau diambil hari itu bisa dipakai buat ngajak jalan anak istri nggak…

1. National Museum of Korea

Ini sebenarnya museum kedua yang dikunjungi anak-anak di antara list museum yang mau dikunjungi.. Ada museum besarnya ada juga museum anaknya.. Kurang lebih isinya tentang sejarah Korea dari masa prasejarah sampai masa kerajaan yang terakhir..

Biaya masuknya gratis, hanya saja untuk museum anak harus reservasi dulu karena ada pembagian sesi waktu kunjungan.. Overall, alhamdulillah anak-anak suka..

Bagian luar museum

2. The War Memorial of Korea

Kalau ini semacam museum peringatan perjuangan.. Ditampilkan alat-alat tempur dan sejarah perang dari masa kerajaan, perjuangan kemerdekaan bahkan sejarah perang Korea (Korea Utara – Korea Selatan) ..

Lagi, di sini pun terdapat museum anaknya. Walaupun kali ini tak perlu reservasi online, tapi tetap ada pembagian sesi dan batas waktu  kunjungan untuk museum anak ini..

3. Lotteworld Aquarium

Sebenarnya di sisa sehari terakhir libur suami kami masih merencanakan mengunjungi museum lainnya, hanya saja suatu ketika professor suami bertanya. “Kamu ke mana saja liburan?” .. Ya dijawab lah bahwa suami mengajak anak-anak berkunjung ke museum-museum yang ada.. Entah karena professor merasa iba, hehe, tak lama berselang tiba-tiba suami dikabari bahwa professor membelikannya tiket sekeluarga untuk mengujungi aquarium.. MasyaaAllah rizqi minallah, secara buat dompet mahasiswa untuk beli tiket ke tempat seperti ini perlu berpikir berulang-ulang..

====

Tetapi ke mana pun kami pergi, Orinidaegongwon tetap menjadi andalan utama. Tempat rekreasi murah meriah yang bisa dijangkau dengan berjalan kaki..

Para Sepuh di Korea

Bismillahirrahmaanirrahiim

“Kalau mau optimis terhadap pertumbuhan penduduk Korsel datang aja ke Orinidaegongwon”, gitu cenah kata pak suami… Hehe.. Nya muhun atuh da Orinidaegongwon mah taman rekreasinya anak-anak, tentu saja akan ketemu banyak anak kecil di mana-mana…

Prolog apa coba ini..

Salah satu sudut Orinidaegongwon musim panas ini

Korea Selatan menjadi salah satu negara dengan piramida terbalik, di mana penduduk usia senjanya menjadi lebih dominan dibanding usia muda, terlebih angka kelahiran di Korea semakin turun dari tahun ke tahun.. Baru saja berita beberapa hari lalu menyebutkan bahwa angka kelahiran di Korsel menyentuh angka terendah.

Ngomong-ngomong tentang penduduk usia lanjut, jadi ceritanya  tempo hari saya nyasar ke akun YouTube nya Asian Boss yang pas banget ketemu liputan tentang Eldery Poverty di Korea Selatan yang memang mengkhawatirkan.. Iya, di sini sangat sering terlihat sepuh-sepuh yang beneran udah sepuh banget tapi masih harus kerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya…Dan dari liputan tersebut isinya memang relate banget dengan kenyataan yang sering kami dengar dan lihat sehari-hari..

Pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh para sepuh ini adalah mengumpulkan kardus-kardus bekas yang nanti akan mereka jual . Liputan 3 tahun lalu itu malah menyebutkan bahwa salah satu nenek yang sudah berusia 82 tahun  harus mulai kerja dari jam 7 pagi sampai 10 malam hanya untuk mendapatkan setumpuk kardus yang tidak dihargai seberapa, hanya sekitar 2 ribu won atau setara 24 ribu rupiah.. Hikss.. Kalau dibilang setumpuk di sini ya bener-bener setumpuk kardus yang dibawa di gerobak, sampai terkadang nenek atau kakek yang bawanya udah kepayahan untuk narik atau dorong.. Bahkan pernah suatu ketika pak suami dipanggil sama seorang Halmoni (nenek) buat bantu angkatin gerobaknya, “Ajussi.. Ajussi…”.. Pulang-pulang beliau lapor, “Masa ya Mi tadi abi dipanggil Ajussi..”.. Wkwkwk.. Ya masa mau dipanggil Oppa…

Dalam liputan Asian Boss tadi, salah satu yang membuat takjub adalah saat bercerita kehidupan beratnya tersebut, sang nenek 82 tahun ini bercerita dengan riang dan selalu diiringi tawa kecil. Kenapa beliau bisa “secerah ini”? Tanya sang reporter. Dan beliau menjawab, “Karena saya sering ke gereja, saya selalu menerima pemberian Tuhan dengan senang”.. Terlepas dari agama yang beliau anut, beliau sudah  menunjukkan bahwa orang yang percaya Tuhan, orang yang beragama itu selalu memiliki tempat untuk kembali, selalu memiliki harapan yang besar dan tak mudah berputus asa..

Korea Selatan, terutama penduduk usia mudanya terkenal sebagai penganut agnostik. Mereka sebenarnya percaya Tuhan tapi memilih tidak menganut agama tertentu. Yang uniknya, misionaris dari kalangan penganut Kristiani itu marak sekali di sini. Sangat lumrah ditemui di sini ibu-ibu, bapak-bapak, bahkan yang lebih sepuh, mereka berdiri di pinggir-pinggir jalan dan menghentikan orang-orang untuk mengajak berdialog tentang agama.

Saya pribadi pernah sekali dua kali berpapasan langsung tapi tak pernah jika sampai berdialog. Berbeda dengan cerita beberapa teman yang bahkan punya pengalaman unik setengah “aneh”.. Ada yang tiba-tiba didatangin ke rumah setengah maksa untuk masuk, bahkan ada yang sudah sampai beneran bolak-balik datang ke rumah. MasyaaAllah si teteh nya sabar pisan mau meladeni. “Kalau mereka semangat memperkenalkan agamanya kenapa kita ga memperkenalkan Islam juga”. Begitu kata beliau.

Suami saya sendiri beberapa kali diajakin ngobrol oleh para saudara misionaris ini di depan gerbang kampusnya, sampai udah sama-sama hafal muka, “Eh kita pernah ketemu kan?” .. Wkwkwk… “Padahal ya Mi itu tuh hujan-hujan loh, mereka sambil pakai payung , orang-orang Koreanya sih mana ada yang mau ngeladenin..Abi kalau ada waktu pengen ngobrol ah sama mereka, cuma selalu ga pas waktunya, selalu pas buru-buru.. ” Mungkin bisa-bisa aja sih kalau mau ngeladenin ngobrol, yang pasti jangan sampai memberikan info-info pribadi apalagi nomor telpon dan alamat rumah, bisa beneran didatangin ke rumah ceritanya..

Sampai ada kisah dari kenalannya teman yang kalau beraktivitas di rumahnya pada jam-jam tertentu harus selalu pelan-pelan, “Ini jam datangnya Ajumma..”.. Saking beliau sudah merasa terganggu didatangi terus menerus ke rumah. Uniknya, mereka teh persistence banget alias pantang meyerah.. Kalau dibilang ga bisa  sekarang akan dikejar kapan bisanya.. Kalau besok gimana, jam berapa, dst..Kalau dibilang ga bisa ngomong bahasa Korea maka mereka akan mengajak temannya yang bisa bahasa Inggris bahkan bahasa Indonesia..

Eh kenapa jadi ngalor ngidul yak..hehe.. Intinya adalah terkadang kami kagum melihat militansi mereka saat menyampaikan apa yang mereka yakini, sekaligus menjadi motivasi diri. “Mereka saja PD menyampaikan dan menunjukkan, kenapa kita sebagai muslim tidak.” Kalau kata pak suami, setidaknya kita pun harus PD dan konsisten menunjukkan identitas dan keyakinan kita, InsyaaAllah orang-orang juga akan menghargai. Kalau kita tidak bisa makan dan minum yang haram ya sampaikan, kalau memang harus shalat ya shalat, kalau muslimah harus  berjilbab ya berjilbab, kalau ada yang bertanya tentang Islam ya jelaskan dengan hikmah.

Menjadi muslim di negara minoritas tentu banyak sekali rintangannya, tapi semoga dengan amal-amal ibadah di bagian bumi Allah yang lain ini, kelak dia akan menjadi saksi, “Yaa Allah aku menjadi saksi bahwa hambaMu ini dulu pernah bersujud di atasku”. Dan lagi kalau kata pak suami, “Mi, kepikiran ga sih kalau Halmoni-Halmoni ini nanti di akhirat bilang kayak gini, “Yaa Allah kami tidak tahu tentang Islam karena tidak ada yang menyampaikannya kepada kami. Kami sebenarnya pernah bertemu mereka (Muslim), tapi mereka bahkan berbicara kepada kami pun tidak..” hikss sedih..

Eid Mubarak 1443 H…

Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimush shaalihaat…

~~Eid Mubarak~

Taqabbalallahu Minna wa minkum…

Idul Fitri tahun ini alhamdulillah lebih berasa dan meriah, anak-anak juga lebih ceria, sampai-sampai saat si teteh diajak mulai shaum Syawal dia antusias sekali, “Berarti besoknya lebaran lagi ya Mi?” Hehe…

Dua tahun sudah kami tidak shalat Ied di masjid. Tahun 2020, shalat sekeluarga di rumah Pamulang, tahun 2021 shalat sekeluarga lagi di Seoul.. Kemarin MasyaaAllah diberi nikmat yang luar biasa karena bisa kembali shalat ke masjid, walaupun belum ramai untuk jamaah akhwatnya. Karena khawatir tidak bisa mengkondisikan si kecil yang akhir-akhir ini susah sekali bertemu orang asing, akhirnya kami memecah dua ikut kloter yang tersedia. Suami dan dua gadis ikut di kloter satu, saya sendiri ikut di kloter dua.

MasyaaAllah, masjid di dekat rumah ini baru saja buka beberapa pekan sebelum Ramadhan. Ini adalah nikmat luar biasa, rizki tak terhingga bisa tinggal dekat dengan masjid. Jangan bayangkan masjid yang dimaksud seperti halnya masjid-masjid di Indonesia. Masjid di sini adalah sebuah ruang bawah tanah yang disewa dari uang patungan para muslim yang mayoritas berasal dari negara Asia Selatan seperti Pakistan dan Bangladesh.

Selama Ramadhan kemarin alhamdulillah suami bisa tarawih dan shalat fardlu di sini. Yang uniknya, bagi muslim Asia Selatan yang bermadzhab Hanafi, bukan hal yang lumrah katanya untuk wanita shalat ke masjid, sehingga awalnya di masjid ini sama sekali tidak ada space untuk wanita. Namun saat Idul Fitri kemarin akhirnya pihak masjid memberi space khusus wanita untuk memfasilitasi muslimah yang ingin hadir shalat Ied, terutama untuk teman-teman muslimah Asia Tenggara. MasyaaAllah. Benar saja, muslimah yang hadir shalat kemarin masih sangat sedikit. Yakni 3 orang di kloter pertama, di mana duanya adalah anak-anak yaitu si kakak dan si teteh, dan 4 orang di kloter kedua, saya dan 3 muslimah lain asal Malaysia.

Apa lagi yang berkesan di Ied kemarin? Akhirnya kami bisa piknik ke tempat yang gagal kami kunjungi pada Idul Fitri tahun lalu.. Hehe.. Di mana kah itu? Yak… SEOUL FOREST.. Sebenarnya tempat ini terhitung dekat dari rumah, hanya saja karena harus ada transit saat naik subway makanya jadi agak mager.. Dan MasyaaAllah bagus banget, anak-anak juga senang..

Terakhir, momen Ied tahun ini berdekatan dengan libur nasional di Korea dalam rangka Hari Anak, plus peringatan apa gitu di kampusnya suami.. Alhasil berasa seperti di Indonesia dapat jatah libur banyak bertepatan dengan hari raya.. Hehe.. Puas jalan ke sana ke mari, ketemu dan piknik bareng temen-temen Indonesia juga..MasyaaAllah..

Ramadhan & Spring 2022

Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimush shaalihaat…

Marhaban Yaa Ramadhan…

And..

Welcome spring…

Ini adalah Ramadhan sekaligus spring kedua saya di negri ginseng ini.. MasyaaAllah tabarakallah…

Pandemi memang belum berakhir. Angka kasus Covid-19 di Korea sebulan yang lalu bahkan sempat menyentuh rekor harian lebih dari setengah juta dalam beberapa hari berturut-turut.. Alhamdulillah kondisi berangsur membaik, walaupun kabar teman-teman yang terkena Omicron terus berdatangan hari demi hari..

Namun begitu, alhamdulillah tahun ini banyak perubahan cukup berarti dibanding tahun lalu.. Salah satunya adalah adanya masjid di dekat rumah yang baru saja dibuka oleh para muslim yang tinggal di sekitar sini, yang mayoritas berasal dari Pakistan. Alhamdulillah, suami akhirnya bisa menjalankan shalat 5 waktu kembali di masjid, bisa juga menjalankan ibadah tarawih berjamaah setelah 2 tahun tak bisa melakukannya…

Begitu pun dengan musim semi tahun ini, rasaya lebih spesial. Tahun lalu, karena belum mengenal medan dan masih “mager” sebab belum terbiasa dengan cuaca dingin di sini, akhirnya saya terlambat menyaksikan cherry blossom.. Tahun ini  saya bahkan selalu mengamati perkembangan perkiraan kapan cherry  blossom akan muncul di Seoul, hehe, yang ternyata terus menerus mundur dari perkiraan awal..

Ramadhan yang berbarengan dengan mekarnya bunga-bunga cantik, MasyaaAllah, memberikan kebahagiaan yang berlipat-lipat.. Anak-anak pun jadi lebih bersemangat.. Tak seperti orang lain yang berkunjung ke aneka tempat populer untuk menikmati indahnya cherry blossom, kami hanya berputar-putar saja di sekitar taman dekat rumah, juga di si Orinidaegongwon yang selalu menjadi tempat andalan rekreasi gratisnya anak-anak..Dan si ummi yang mageran ini, akhirnya berani dan ga malas lagi boyong tiga anak jalan-jalan sendiri, berasa prestasi ginih.. Huehue.. MasyaaAllah…

Anakmu Laki-laki ?

“Is your child a boy?” Begitulah pertanyaan professor saat suami minta izin libur karena mau mengantar anak ke dokter.. “Yes, Professor”… Dan professor suami malah tertawa…Laah…

Sabtu malam kemarin, si jagoan qodarullah jatuh dan cidera.. Ini sebenarnya hal yang sudah sangat sering terjadi..Ummi abinya “malaweung” alias meleng sedikit saja, anak cowok ini ada aja atraksinya.. Padahal baru saja pagi harinya saya menyembunyikan laci tiga tingkat karena dia sering naik dan atraksi di atasnya..

Qodarullah malam hari dia jatuh dari laci dua tingkat. Masalahnya, tangannya terlebih dahulu jatuh ketindihan badan.. Seketika saya yang saat itu sedang beres-beres di dapur kaget mendengar suara tangisnya dan panggilan suami, “Mi.. Ini tangannya patah”.. Serasa bumi menjadi gelap, saya kaget dan panik.. Benar saja, tangan kiri si jagoan sudah terkulai dan membengkok ke arah luar..

Saya telpon teman yang jago bahasa Korea untuk meminta tolong telpon rumah sakit, ga tau juga kenapa malah minta ambulans, saking paniknya.. Akhirnya saya dan suami membawa si anak cowok ke emergency rumah sakit terdekat..Saat itu waktu sudah menjelang tengah malam, alhamdulillah masih ada taksi yang mau ngangkut padahal jaraknya tak begitu jauh…

Sesampainya di emergency, ternyata hanya boleh satu orang yang menemani di ruang IGD, sebut lah begitu..Awalnya saya mengajukan diri.. Hanya sampai 10 menit, kepala saya mulai pening, perut mual, mata berkunang-kunang..Ya Allah jangan sampai malah emaknya yang pingsan, kan ga enak.. Akhirnya saya minta tukeran sama suami..

Sedih sebenarnya.. Seperti kejadian yang berulang.. Beberapa tahun lalu saat Kayyis dilarikan ke IGD karena luka, saya mengalami gejala yang sama, serasa mau pingsan. Akhirnya selalu abinya anak-anak yang menjadi pendamping mereka. Fix lah memang tak bisa jadi dokter.. Eh.. Maafkan ummi ya nak-anak…

Lebih dari satu jam saya menunggu.. Keluar-keluar si jagoan sudah dengan tangan berbalut perban yang di dalamnya sudah terpasang gips..

Hari pertama, dia hanya mau tiduran di kasur.. Mungkin masih kagok, tak terbiasa.. Tidur pun tidak bisa gulang-guling bebas.. Setiap mau miring, tangan kirinya ketinggalan.. Setiap mau diajak berdiri, nglesot-nglesot lagi..

Tapi alhamdulillah, kondisi ini hanya bertahan satu hari.. Besoknya dia mulai lagi eksperimen dan atraksinya.. Saya sebenarnya bahagia dia ceria lagi, tapi juga ngilu. Akhirnya saya seperti harus jadi CCTV..hehehe..

Makanya, saat tahu yang jatuh ini anak cowok, professor cuma bisa ketawa, “Ooh.. Okay…”…

Semoga Allah segera menyembuhkanmu Nak Sholih… Makin kuat, makin pinter, makin sholih ❤️❤️

Taman depan medical center

Lagi-lagi si ummi hanya bisa menunggu di luar saat si jagoan dan abinya kontrol ke dokter..

Orang Korea itu….

Orang Korea rasis? Orang Korea individualis?.. Hmmm… No comment…

Tak jarang kami malah dipertemukan dengan orang-orang yang baik di Korea ini, yang kalau kata pak suami mah, “Cuma bisa mendoakan semoga Allah memberikan mereka hidayah”…

Sebulan yang lalu, Rumaisa mengadakan taklim dengan mengundang salah seorang muslimah Korea asli bernama Song Bora. Tentunya sudah ga bisa disebut muallaf ya, karena beliau sudah sangat lama menjadi muslim bahkan menjadi penggiat dakwah di sini..MasyaaAllah.

Ada hal-hal menarik yang saya dapatkan dari beliau. Salah satunya adalah bagaimana agar kita bisa membantu dakwah di sini.. Menarik, karena kondisi di Korea tentu sangat berbeda dengan Indonesia atau negara muslim lainnya.. Di sini Islam itu asing, bahkan bisa jadi orang-orang lebih banyak tahu tentang Islam dari media yang mencitrakannya negatif.. Ini yang berat..

Salah satu yang Bora Onnie sampaikan bahwa untuk bisa berdakwah di sini maka kenali dulu budaya dan kebiasaan orang-orang sini, berbaur lah jangan eksklusif… Ilmu – ilmu agama untuk bekal berdakwah itu penting tapi bagaimana bisa menyampaikannya kalau bahasa orang sini saja ga bisa? Jlebb banget lah bagian ini, secara setahun di sini saya mandeg belajar bahasa, kesalip ama bocah-bocah…

Pekan lalu suami dan teman-temannya shalat Jumat di sebuah rumah yang diperuntukkan menjadi mushola.. Uniknya, yang menjadi muadzin adalah seorang kakek Korea asli yang mungkin usianya sudah lebih dari 70 tahun… Saya yang mendengar ceritanya saja mrebes mili terharu.. MasyaaAllah..

Para halmoni (nenek) dan haraboji (kakek) termasuk orang-orang yang paling sering kami temui kebaikannya di tengah kehidupan Korea yang serba cepat, keras, dan katanya “individualis” ini.. Terkadang saya merenung.. MasyaaAllah orang-orang di sini Allah anugerahi usia yang panjang, tapi tak jarang sampai usia sepuh pun mereka masih harus kerja dengan sangat keras. Dan jumlah orang sepuh di sini itu banyak sekali, makanya Korea termasuk negara dengan piramida yang terbalik…

Usia panjang yang harusnya menjadi keuntungan karena bisa menjadi modal untuk beramal, tapi kondisinya kebanyakan dari beliau ini tidak mengenal Islam.. Sedih… Makanya kalau kata pak suami mah, di tengah keterbatasan komunikasi, tetap ikhtiarkan menampakkan kebaikan dan kehangatan… Dengan jilbab yang menjadi pembeda, tunjukkan bahwa seorang muslim itu adalah pembawa kebaikan dan kelembutan…

***

Orang Korea good looking? Hmm.. Kalau ini saya setuju.. Mungkin lebih tepatnya mereka ini sangat menjaga penampilan agar tetap enak dipandang, walaupun saat musim panas atau musim yang agak angetan dikit aja, langsung luar biasa “pemandangannya”, subhanallah, menundukkan pandangan jadi tidak menunduk ke bawah… Kadang saya juga suka takjub kalau liat anak-anak kecil di tempat wisata.. MasyaaAllah, ada yang pakai baju princess, sepatu princess, sudah jelas lah rambut mah dimodel-modelin aneka rupa, pokoknya lucu-lucu…

Masih berdasarkan pemaparan Song Bora Onnie di acara taklim Rumaisa tempo hari, kita sebagai muslim/ah di sini usahakan menampilkan pribadi muslim yang bersih dan rapi.. Makanya, walaupun pak suami termasuk yang cuek banget urusan pakaian, saya mengikhtiarkan sedemikian rupa dengan pakaian yang terbatas ini beliau bisa tetap tampil rapi, mengikhtiarkan ga nabrak warna, dan tidak sampai “mengganggu” pandangan orang lain..

Satu hal juga yang bahkan saya pikirkan sebelum berangkat ke sini adalah tentang warna jilbab…Saat di Indonesia, saya sangat senang dan nyaman memakai jilbab warna hitam.. Selain hemat karena bisa masuk ke warna gamis apapun , juga warnanya tidak mencolok, merasa lebih tersembunyi.. Tapi di sini malah sebaliknya.. Hitam malah menjadi warna yang mencolok, terlebih karena propaganda media yang menyangkutpautkan Islam dengan kelompok teroris semacam I*IS.. Akhirnya selama di sini saya mencoba lebih banyak menggunakan warna jilbab yang variatif walaupun tetap bukan warna yang terlalu cerah dan cantik, asa teu cocok buat si saya mah… Hehehe…

***

Orang Korea “gila kerja”? Hmmm.. Mungkin iya mungkin tidak, tergantung orangnya kali ya.. Hanya saja kalau kata pak suami, beliau tidak akan berani menawarkan lowongan sekolah di suatu tempat di sini jika tidak tahu profesornya seperti apa… Hehehe… Kadang ada aja kejadian profesor yang tanda kutip memforsir tenaga mahasiswanya berlebih..

Alhamdulillah, salah satu rizki dari Allah di sini adalah suami bertemu dengan profesor yang kami sendiri heran kenapa beliau ini agak “nyeleneh”.. Santai bagi ukuran orang Korea.. Beliau penganut live-work balance, dan kesehatan mental mahasiswa nya adalah hal yang penting.. Makanya, profesornya suami ini tidak akan menanyakan urusan pekerjaan di hari libur, kalaupun terpaksa beliau malah akan meminta maaf berulang kali…

Sempat di suatu Jumat suami dan teman-teman labnya masih belum pulang padahal waktu sudah malam.. Harusnya profesor seneng dong ya anak-anaknya rajin, eh beliau malah ngobraki nyuruh cepet pulang.. Bahkan sempat juga karena mengejar sebuah deadline, suami dan professor nya terpaksa harus diskusi sampai menjelang tengah malam, yang ada beliau terus minta maaf sampai ketemu lagi hari Senin nya.. Kkkk…Yang paling berkesan adalah saat kami merayakan Idul Adha tahun lalu beliau mengirimkan voucher es krim untuk anak-anak, yang sayangnya harus kami tolak karena es krimnya masih meragukan kehalalannya..Tapi ternyata suatu hari profesor malah ngasih mentahannya ke pak suami, “Belikan sesuatu untuk anak-anak”. MasyaaAllah, rizqi minallah…

Kadang suami akhirnya malah belajar tentang “memanusiakan” mahasiswa dari professornya ini.. “Nanti kalau pulang lagi ke Indonesia , abi berarti harus tau waktu ya kalau nanya kerjaan ke orang” kkkk…

Ya begitu lah, dan cerita seperti profesor suami ini sebenarnya pernah juga kami dengar dari teman-teman lain yang mendapatkan rizki yang sama, professor yang baiknya luar biasa..

Tapi satu hal yang pasti, orang sini sangat menghargai waktu.. Suatu ketika suami janjian ketemu orang karena mau membeli suatu barang second, ternyata orangnya lupa dan membuat suami harus menunggu lama di tengah suhu yang sangat dingin… Saking merasa bersalahnya, orang tersebut sudah mah bolak-balik minta maaf, kirimin voucher makanan pula, bahkan akhirnya menggratiskan barangnya..

***

Orang Korea sangat realiatistis atau terlampau realistis kalau urusan materi? Hmm..

Sebagian orang yang memiliki kenalan orang Korea asli mengatakan begitu. Bahkan ini yang menjadi salah satu sebab orang Korea tidak atau menunda menikah, tidak atau menunda memiliki anak.. Karena mempertimbangkan masalah ekonomi…Tentu itu kembali kepada tiap individu..

Hanya saja saya sama suami suka senyum-senyum sendiri kalau melihat kondisi kami pribadi.. Hidup di Korea, di ibukota Seoul dengan jumlah anggota keluarga 5 orang, dan penghasilan jauh di bawah UMR karena berstatus mahasiswa yang penghasilannya dari beasiswa.. Tapi MasyaaAllah, sebagai muslim kami bersyukur karena Allah anugerahi pedoman tentang konsep bagaimana memandang rizki terutama harta, konsep memandang dunia dan kehidupan ini.. Karena kalau hanya hitung-hitungan angka tentu akan dianggap sangat mustahil kami bisa hidup layak di sini. Tapi nyatanya Allah yang Maha Pengasih masih memberikan rizki yang amat banyak, kemudahan, kesehatan, kesempatan, dan yang paling besar adalah anugerah iman dalam dada yang membuat seorang muslim bisa berdiri tegak dengan harapannya yang besar hanya kepada Allah… Alhamdulillahilladzii bini’matihi tatimmush shoolihaat…

Makanya sempat suatu hari saya lihat youtuber orang Korea yang punya basis subscriber di Indonesia mengatakan bahwa kenapa ya orang Indonesa itu terlihat lebih “bersyukur” dan enjoy menjalani kehidupan? Ya karena salah satu faktor yang berpengaruh adalah adanya AGAMA… Padahal kalau dari segi kemajuan teknologi dan perkembangan ekonomi tentu Korea jauh di atas Indonesia… Tapi kebahagiaan ternyata bukan hanya soal materi, tapi letaknya di hati..

Jadi ingat nasihat Ust. Budi Ashari bertahun-tahun lalu, bahwa bagi seorang muslim sudut pandang kebahagiaannya bukan lah duniawi tapi ukhrowi. Karena kalau hanya berkutat masalah dunia tentu tak akan ada habisnya. Muslim menjadikan dunia sebagai kendaraannya menuju akhirat.. Muslim menyadari bahwa dunia ini fana dan akhirat lah yang kekal selamanya… Muslim punya dua kondisi yang baik, yaitu sabar dan syukur.

So.. Apa kesimpulannya?

Semua cerita di atas adalah pengalaman pribadi yang tentu saja tiap orang bisa berbeda-beda. Saya pribadi merasa bahwa banyak hal baik yang bisa dicontoh dari orang sini.. Tapi di sisi lain, saya semakin merasa bersyukur terlahir sebagai orang Indonesia terlebih sebagai seorang muslim..

Autumn 2021..Musim Gugur Pertama..

Alhamdulillahilladzii bini’matihi tatimmush shoolihaat…

Musim gugur telah berlalu.. Suami saya bilang, “Umi sepertinya lebih suka musim gugur ya daripada musim semi?”.. Hmm.. Entahlah.. Mungkin karena ini  pertama kalinya saya melihat dedaunan bisa berubah warna secantik bunga-bunga…. MasyaaAllah, indah sekali..

Hidup di negeri 4 musim benar-benar mengajarkan kembali untuk senantiasa bersabar dan bersyukur.. Musim panas dan dingin yang berat mengajarkan untuk lebih banyak bersabar, setidaknya bagi saya pribadi. Sedangkan musim semi dan gugur memberikan perasaan  bahagia dan kekaguman yang tak henti atas  ke-MahaBesar-an Ilahi Rabbi…Dan begitulah sejatinya kehidupan, bergilir dalam sabar dan syukur, dan keduanya kebaikan bagi orang beriman.

Pun, belajar dari musim gugur kemarin. Melihat pepohonan akhirnya meranggas setelah sebelumnya memberikan “kebahagiaan” bagi sekeliling yang menyaksikannya, saya kembali merenung. Akankah saya sebelum akhirnya nanti  Allah wafatkan  bisa meninggalkan jejak-jejak kebaikan dan kebahagiaan bagi sekitar?T.T

Si Wortel…

Bismillaah…

Ini salah satu cerita kami di negeri Gingseng.. Dengan suami yang statusnya sebagai mahasiswa, kami kembali harus menyesuaikan dan pintar-pintar mengatur pasak dan tiang… Salah satunya adalah menekan pengeluaran untuk perabot rumah tangga dengan cara membeli barang-barang secondhand.

Dan, salah satu tempat populer di sini untuk mencari barang-barang second adalah Danggeun = Karrot = Wortel..Sebenarnya tidak hanya barang second yang dijual, barang baru bahkan gratis pun banyak.. Saya sendiri mengenal aplikasi ini dari wejangan seorang teman ketika akan berangkat ke sini, “Wulan, nanti kalau mau beli perabot-perabot di Karrot aja.”..

Karrot ini tidak seperti marketplace umumnya yang memfasilitasi transaksi dari awal sampai akhir.. Karrot hanya semacam tempat bagi individu untuk mengiklankan barang-barangnya yang kemudian transaksi kebanyakan dilakukan tatap muka langsung antara penjual dan pembeli, setelah sebelumnya membuat janji lewat aplikasi. Makanya, jangkauannya hanya akan di wilayah sekitar tempat tinggal.. Jika saya tinggal di kecamatan A, maka barang-barang yang akan terlihat di aplikasi saya hanya lah barang-barang yang ada di daerah-daerah sekitar kecamatan A dan tetangga-tetangganya.

Sejak tiba hingga saat ini, nampaknya sebagian besar perabot di rumah kami adalah hasil berburu di Karrot.. Mulai dari mainan anak, buku, kipas angin, mesin jahit, printer, bahkan laptop… Pun aneka baju seperti jaket-jaket, sepatu bocah, sampai kain-kain untuk saya menyalurkan hobi.. MasyaaAllah..Alhamdulillah ini semua adalah rizki dari Allah..Karena jika harus membeli barang baru, kebayang harganya yang lumayan.

Sumber gambar : expatkidskorea.com

Namun, ada saja cerita unik ketika kami bertransaksi lewat Karrot ini..Selain sering mendapat barang-barang bagus dengan harga murah bahkan free, kami pun sering akhirnya bertemu orang-orang yang sangat baik. Sempat suatu hari kami mau membeli barang. Setelah tanya lokasi, ternyata tempatnya lumayan jauh untuk ukuran kami saat itu yang masih tak terbiasa jalan kaki dan bersepeda.. Dengan harga yang tak seberapa, penjualnya malah nyamperin dan antar barang ke rumah. MasyaaAllah..

Nah, awal-awal transaksi, kami lebih sering menggunakan B.Inggris. Tapi karena beberapa kali pernah “dikacangin” bahkan ditanya “Ngapain pakai B.Inggris?”, akhirnya kami, lebih tepatnya suami, memaksakan memakai bahasa Korea saat tanya-tanya kepada penjual. Walau pada akhirnya sering juga berujung penjualnya yang memakai bahasa Inggris saat menyadari bahasa Korea kami yang aneh.. Kkkk..

Pernah suatu ketika terjadi miskomunikasi. Suami menunggu seorang penjual untuk bertransaksi di sebuah stasiun subway hampir 30 menit. Ini di luar kebiasaan, mengingat orang sini terkenal sangat tepat waktu. Sampai akhirnya suami memutuskan pulang dengan perasaan jengkel. Tak lama setelahnya penjual tsb menghubungi. Akhirnya dia tau kami miskomunikasi lalu dia tanya, “Can you speak English?”…hadeeeuh, kirain dia ga bisa bahasa Inggris.. Karena merasa bersalah dia datang ke rumah dan menggratiskan jualannya.. Loh… Alhamdulillah..

Pengalaman unik lainnya baru saja terjadi beberapa malam lalu. Ceritanya dalam rangka persiapan winter, kami berburu selimut. MasyaaAllah ketemu lah selimut seharga 1.000 KRW, yang dari penampakan foto masih sangat bagus.

Sampailah di hari janjian untuk bertransaksi, kami merasa mulai ada yang aneh. Orangnya memberi alamat super lengkap, bahkan password untuk masuk pintu gedung apartemennya. Dia bahkan menunjukkan posisi unit rumahnya sebelah mana dan mengatakan akan membiarkan pintu rumahnya terbuka.

Ini benar-benar di luar kebiasaan, setidaknya sejauh pengalaman kami. Karena biasanya transaksi akan dilakukan di tempat umum semacam stasiun atau jalan, kalau pun di dekat tempat tinggal hanya akan dilakukan di luar gedung apartemen, tidak sampai depan pintu rumah.

Saya dan suami mulai ragu, ngeri kalau ada apa-apa, apalagi sampai masuk rumah orang segala. Akhirnya saya tanya, “Bisa ga barangnya taruh luar pintu aja?” dan penjualnya akhirnya bilang pokoknya kabari saja kalau sudah depan rumah. Ya sudah, bismillah, akhirnya malam itu suami pun pergi. Rasanya ini lokasi paling jauh yang pernah ditempuh suami untuk ambil barang. Biasanya, sejauh-jauhnya pun suami cukup dengan bersepeda, tapi kali ini beliau harus naik subway bahkan harus transit.

Suami saat itu terlambat karena cukup lama berputar-putar saat transit subway. Penjualnya sudah bolak-balik memgirimkan pesan. Eh kok saya tau? Karena hampir semua transaksi di Karrot kami lakukan lewat HP saya, sedang pak suami hanya mengambilkan.

Saat suami sampai di tempat penjual, obrolan saya dengan suami berakhir saat beliau tanya, “Lantai berapa Mi rumahnya?” Setelah itu suami tidak lagi mengirimkan pesan apa pun, padahal hampir selalu saat mengambilkan barang, beliau akan mengirimkan pesan, “Selesai /끝냈습니다”..

Saya tunggu, saya pun tanya suami, tapi tak kunjung ada balasan. 5 menit, 10, menit, 15 menit, 30 menit, bahkan saat saya telpon pun beliau tidak menjawab. Saya mulai khawatir, jangan – jangan memang ada yang tidak beres. Saya mulai panik, apalagi saat cek profil penjual ternyata belum ada nilai rekomendasi dari satu orang pun.. Ya Allah tolong… Saya mulai telpon beberapa akhwat di sini. Bahkan suami-suami beliau ikut membantu menelpon suami.. Hampir satu jam, masih juga tidak ada respon.. Saya mulai tenang saat dibesarkan hati dan memperbanyak doa.. “Ga kok mba, tempatnya juga ga terpencil.. Mudah-mudahan cuma karena suami mba sedang rempong..”…

Setelah satu jam lebih tiba-tiba ada suara di depan pintu, “Assalamu’alaykum.. Mi..Tolong bukain mi.. Abi susah..”.. Jreng-jreng.. MasyaaAllah alhamdulillah, suami saya akhirnya pulang dengan dua tumpuk selimut dan dua buah bantal besar di tangannya.. Antara bahagia dan terharu, saya akhirnya menangis sambil ketawa..

“Ini kenapa orang-orang nelpon abi ya?” Tanya suami bingung saat melihat HP nya.. Wkwkwkw.. “Maaf bi tadi umi panik, habis abi ga balas sama ga angkat telpon, takut ternyata orang jahat”.. “Laah gimana mau angkat telpon, tangan aja penuh.. Umi ih bikin heboh se-Korea..” kkkk…

Jadi ternyata, sang penjual ini memang mau pindahan rumah.. Hehe.. Ketika suami datang pun di dalam rumah sudah ada ibu-ibu yang sedang ambil barang. Bahkan sudah tau suami saya tangannya penuh, penjual ini masih saja bilang, “Take a look.. Take a look”.. Nyuruh suami ambil – ambil barang lagi, lah wong niat beli selimut doang malah dibekeli pula bantal-bantal gede.. Uniknya, penjualnya sama sekali tidak memberi plastik atau wadah, bahkan sekadar tali untuk mengikat.. Kata suami, “Alhamdulillah ini juga abi ga diusir dari subway bawa barang segede-gede gini.. Malah ditolongain halmoni tapi diliatin ajusi..” kkk..

Begitu lah… MasyaaAllah..

CeGePe :)

Alhamdulillahilladzii bini’matihi tatimmush shoolihaat..

Salah satu yang kami syukuri di sini adalah banyaknya ruang terbuka hijau yang bisa dikunjungi oleh anak-anak.. Bahkan taman-taman kecil sekitar rumah pun terbilang mudah ditemui..

Jika ditanya sudah ke mana saja selama enam bulan di sini? Maka jawabannya adalah CGP, CGP, dan CGP. Kami biasa baca CeGePe. Heuheu..Yak, karena kami memang belum ke mana-mana lagi. Kami masih sangat membatasi bepergian dalam kondisi COVID-19 yang ternyata mengalami peningkatan lagi di sini..

Lalu apakah CGP itu? Ini entah siapa yang bikin singkatan ini.. Karena terkadang saat mengatakan pada teman sesama Indonesia pun suka ada loadingnya dulu.. CeGePe? Apa itu.. Hihi..

CGP adalah Children’s Grand Park Seoul.. Salah satu Park terbesar yang ada di kota Seoul.. MasyaaAllah, beruntung lokasinya hanya sekitar 1.3 km-an dari rumah kami, sehingga bisa dengan mudah ditempuh dengan berjalan kaki.. Makanya, berkunjung ke CGP ini seperti kegiatan rutin, pasti ada minimal 1x dalam sebulan..

Sumber gambar : zoos.mono.net

Ada apa saja di sini? Banyaak.. Salah satu spot wajib anak-anak adalah Zoo.. Sebenarnya hanya Zoo mini, tapi cukup untuk memperkenalkan beberapa jenis hewan kepada anak..

Salah satu makhluk Allah 😉

Spot favorit lain adalah mainan-mainan anak seperti ayunan, jungkat-jungkit, dan perosotan yang tersebar di beberapa titik.. Sebenarnya ada wahana permainan sungguhan, kalau di Indonesia mungkin semisal Dufan tapi lebih mini. Hanya saja kami masih belum berani mengunjunginya dalam kondisi pandemi begini, dan lagi pula melihat dari kejauhan pun kami bingung mau naik wahana apa, bukan tipikal yang senang dengan tantangan yang memicu adrenalin.. Ya, mungkin saja ada permainan yang tak terlalu “seram”, let’s see..

Oia ada juga museum anak.. Ini sebenarnya sudah jadi incaran sejak lama buat anak-anak.. Qodarullah belum juga kesampaian.. Selalu aja alasannya, “Nanti yaa, InsyaaAllah nunggu Covid nya reda” ..

Akhirnya, selain akan selalu mengunjungi kawan-kawan sesama makhluk Allah di Zoo, kami lebih senang bermain di lapangan rumput. Apalagi kalau lihat kebiasaan orang sini, MasyaaAllah niat banget lah.. Pasang tenda, pasang kursi santai atau gelar tikar, sambil minum dan menikmati indahnya alam.. Fabiayyi alaa-i rabbikumaa tukadzdzibaan..

Spot favorit
Awal musim semi
Akhir musim semi
Akhir musim panas
Pertunjukkan air mancur yang hanya ada di bulan 4-10