Si Wortel…

Bismillaah…

Ini salah satu cerita kami di negeri Gingseng.. Dengan suami yang statusnya sebagai mahasiswa, kami kembali harus menyesuaikan dan pintar-pintar mengatur pasak dan tiang… Salah satunya adalah menekan pengeluaran untuk perabot rumah tangga dengan cara membeli barang-barang secondhand.

Dan, salah satu tempat populer di sini untuk mencari barang-barang second adalah Danggeun = Karrot = Wortel..Sebenarnya tidak hanya barang second yang dijual, barang baru bahkan gratis pun banyak.. Saya sendiri mengenal aplikasi ini dari wejangan seorang teman ketika akan berangkat ke sini, “Wulan, nanti kalau mau beli perabot-perabot di Karrot aja.”..

Karrot ini tidak seperti marketplace umumnya yang memfasilitasi transaksi dari awal sampai akhir.. Karrot hanya semacam tempat bagi individu untuk mengiklankan barang-barangnya yang kemudian transaksi kebanyakan dilakukan tatap muka langsung antara penjual dan pembeli, setelah sebelumnya membuat janji lewat aplikasi. Makanya, jangkauannya hanya akan di wilayah sekitar tempat tinggal.. Jika saya tinggal di kecamatan A, maka barang-barang yang akan terlihat di aplikasi saya hanya lah barang-barang yang ada di daerah-daerah sekitar kecamatan A dan tetangga-tetangganya.

Sejak tiba hingga saat ini, nampaknya sebagian besar perabot di rumah kami adalah hasil berburu di Karrot.. Mulai dari mainan anak, buku, kipas angin, mesin jahit, printer, bahkan laptop… Pun aneka baju seperti jaket-jaket, sepatu bocah, sampai kain-kain untuk saya menyalurkan hobi.. MasyaaAllah..Alhamdulillah ini semua adalah rizki dari Allah..Karena jika harus membeli barang baru, kebayang harganya yang lumayan.

Sumber gambar : expatkidskorea.com

Namun, ada saja cerita unik ketika kami bertransaksi lewat Karrot ini..Selain sering mendapat barang-barang bagus dengan harga murah bahkan free, kami pun sering akhirnya bertemu orang-orang yang sangat baik. Sempat suatu hari kami mau membeli barang. Setelah tanya lokasi, ternyata tempatnya lumayan jauh untuk ukuran kami saat itu yang masih tak terbiasa jalan kaki dan bersepeda.. Dengan harga yang tak seberapa, penjualnya malah nyamperin dan antar barang ke rumah. MasyaaAllah..

Nah, awal-awal transaksi, kami lebih sering menggunakan B.Inggris. Tapi karena beberapa kali pernah “dikacangin” bahkan ditanya “Ngapain pakai B.Inggris?”, akhirnya kami, lebih tepatnya suami, memaksakan memakai bahasa Korea saat tanya-tanya kepada penjual. Walau pada akhirnya sering juga berujung penjualnya yang memakai bahasa Inggris saat menyadari bahasa Korea kami yang aneh.. Kkkk..

Pernah suatu ketika terjadi miskomunikasi. Suami menunggu seorang penjual untuk bertransaksi di sebuah stasiun subway hampir 30 menit. Ini di luar kebiasaan, mengingat orang sini terkenal sangat tepat waktu. Sampai akhirnya suami memutuskan pulang dengan perasaan jengkel. Tak lama setelahnya penjual tsb menghubungi. Akhirnya dia tau kami miskomunikasi lalu dia tanya, “Can you speak English?”…hadeeeuh, kirain dia ga bisa bahasa Inggris.. Karena merasa bersalah dia datang ke rumah dan menggratiskan jualannya.. Loh… Alhamdulillah..

Pengalaman unik lainnya baru saja terjadi beberapa malam lalu. Ceritanya dalam rangka persiapan winter, kami berburu selimut. MasyaaAllah ketemu lah selimut seharga 1.000 KRW, yang dari penampakan foto masih sangat bagus.

Sampailah di hari janjian untuk bertransaksi, kami merasa mulai ada yang aneh. Orangnya memberi alamat super lengkap, bahkan password untuk masuk pintu gedung apartemennya. Dia bahkan menunjukkan posisi unit rumahnya sebelah mana dan mengatakan akan membiarkan pintu rumahnya terbuka.

Ini benar-benar di luar kebiasaan, setidaknya sejauh pengalaman kami. Karena biasanya transaksi akan dilakukan di tempat umum semacam stasiun atau jalan, kalau pun di dekat tempat tinggal hanya akan dilakukan di luar gedung apartemen, tidak sampai depan pintu rumah.

Saya dan suami mulai ragu, ngeri kalau ada apa-apa, apalagi sampai masuk rumah orang segala. Akhirnya saya tanya, “Bisa ga barangnya taruh luar pintu aja?” dan penjualnya akhirnya bilang pokoknya kabari saja kalau sudah depan rumah. Ya sudah, bismillah, akhirnya malam itu suami pun pergi. Rasanya ini lokasi paling jauh yang pernah ditempuh suami untuk ambil barang. Biasanya, sejauh-jauhnya pun suami cukup dengan bersepeda, tapi kali ini beliau harus naik subway bahkan harus transit.

Suami saat itu terlambat karena cukup lama berputar-putar saat transit subway. Penjualnya sudah bolak-balik memgirimkan pesan. Eh kok saya tau? Karena hampir semua transaksi di Karrot kami lakukan lewat HP saya, sedang pak suami hanya mengambilkan.

Saat suami sampai di tempat penjual, obrolan saya dengan suami berakhir saat beliau tanya, “Lantai berapa Mi rumahnya?” Setelah itu suami tidak lagi mengirimkan pesan apa pun, padahal hampir selalu saat mengambilkan barang, beliau akan mengirimkan pesan, “Selesai /끝냈습니다”..

Saya tunggu, saya pun tanya suami, tapi tak kunjung ada balasan. 5 menit, 10, menit, 15 menit, 30 menit, bahkan saat saya telpon pun beliau tidak menjawab. Saya mulai khawatir, jangan – jangan memang ada yang tidak beres. Saya mulai panik, apalagi saat cek profil penjual ternyata belum ada nilai rekomendasi dari satu orang pun.. Ya Allah tolong… Saya mulai telpon beberapa akhwat di sini. Bahkan suami-suami beliau ikut membantu menelpon suami.. Hampir satu jam, masih juga tidak ada respon.. Saya mulai tenang saat dibesarkan hati dan memperbanyak doa.. “Ga kok mba, tempatnya juga ga terpencil.. Mudah-mudahan cuma karena suami mba sedang rempong..”…

Setelah satu jam lebih tiba-tiba ada suara di depan pintu, “Assalamu’alaykum.. Mi..Tolong bukain mi.. Abi susah..”.. Jreng-jreng.. MasyaaAllah alhamdulillah, suami saya akhirnya pulang dengan dua tumpuk selimut dan dua buah bantal besar di tangannya.. Antara bahagia dan terharu, saya akhirnya menangis sambil ketawa..

“Ini kenapa orang-orang nelpon abi ya?” Tanya suami bingung saat melihat HP nya.. Wkwkwkw.. “Maaf bi tadi umi panik, habis abi ga balas sama ga angkat telpon, takut ternyata orang jahat”.. “Laah gimana mau angkat telpon, tangan aja penuh.. Umi ih bikin heboh se-Korea..” kkkk…

Jadi ternyata, sang penjual ini memang mau pindahan rumah.. Hehe.. Ketika suami datang pun di dalam rumah sudah ada ibu-ibu yang sedang ambil barang. Bahkan sudah tau suami saya tangannya penuh, penjual ini masih saja bilang, “Take a look.. Take a look”.. Nyuruh suami ambil – ambil barang lagi, lah wong niat beli selimut doang malah dibekeli pula bantal-bantal gede.. Uniknya, penjualnya sama sekali tidak memberi plastik atau wadah, bahkan sekadar tali untuk mengikat.. Kata suami, “Alhamdulillah ini juga abi ga diusir dari subway bawa barang segede-gede gini.. Malah ditolongain halmoni tapi diliatin ajusi..” kkk..

Begitu lah… MasyaaAllah..

Leave a comment