Orang Korea itu….

Orang Korea rasis? Orang Korea individualis?.. Hmmm… No comment…

Tak jarang kami malah dipertemukan dengan orang-orang yang baik di Korea ini, yang kalau kata pak suami mah, “Cuma bisa mendoakan semoga Allah memberikan mereka hidayah”…

Sebulan yang lalu, Rumaisa mengadakan taklim dengan mengundang salah seorang muslimah Korea asli bernama Song Bora. Tentunya sudah ga bisa disebut muallaf ya, karena beliau sudah sangat lama menjadi muslim bahkan menjadi penggiat dakwah di sini..MasyaaAllah.

Ada hal-hal menarik yang saya dapatkan dari beliau. Salah satunya adalah bagaimana agar kita bisa membantu dakwah di sini.. Menarik, karena kondisi di Korea tentu sangat berbeda dengan Indonesia atau negara muslim lainnya.. Di sini Islam itu asing, bahkan bisa jadi orang-orang lebih banyak tahu tentang Islam dari media yang mencitrakannya negatif.. Ini yang berat..

Salah satu yang Bora Onnie sampaikan bahwa untuk bisa berdakwah di sini maka kenali dulu budaya dan kebiasaan orang-orang sini, berbaur lah jangan eksklusif… Ilmu – ilmu agama untuk bekal berdakwah itu penting tapi bagaimana bisa menyampaikannya kalau bahasa orang sini saja ga bisa? Jlebb banget lah bagian ini, secara setahun di sini saya mandeg belajar bahasa, kesalip ama bocah-bocah…

Pekan lalu suami dan teman-temannya shalat Jumat di sebuah rumah yang diperuntukkan menjadi mushola.. Uniknya, yang menjadi muadzin adalah seorang kakek Korea asli yang mungkin usianya sudah lebih dari 70 tahun… Saya yang mendengar ceritanya saja mrebes mili terharu.. MasyaaAllah..

Para halmoni (nenek) dan haraboji (kakek) termasuk orang-orang yang paling sering kami temui kebaikannya di tengah kehidupan Korea yang serba cepat, keras, dan katanya “individualis” ini.. Terkadang saya merenung.. MasyaaAllah orang-orang di sini Allah anugerahi usia yang panjang, tapi tak jarang sampai usia sepuh pun mereka masih harus kerja dengan sangat keras. Dan jumlah orang sepuh di sini itu banyak sekali, makanya Korea termasuk negara dengan piramida yang terbalik…

Usia panjang yang harusnya menjadi keuntungan karena bisa menjadi modal untuk beramal, tapi kondisinya kebanyakan dari beliau ini tidak mengenal Islam.. Sedih… Makanya kalau kata pak suami mah, di tengah keterbatasan komunikasi, tetap ikhtiarkan menampakkan kebaikan dan kehangatan… Dengan jilbab yang menjadi pembeda, tunjukkan bahwa seorang muslim itu adalah pembawa kebaikan dan kelembutan…

***

Orang Korea good looking? Hmm.. Kalau ini saya setuju.. Mungkin lebih tepatnya mereka ini sangat menjaga penampilan agar tetap enak dipandang, walaupun saat musim panas atau musim yang agak angetan dikit aja, langsung luar biasa “pemandangannya”, subhanallah, menundukkan pandangan jadi tidak menunduk ke bawah… Kadang saya juga suka takjub kalau liat anak-anak kecil di tempat wisata.. MasyaaAllah, ada yang pakai baju princess, sepatu princess, sudah jelas lah rambut mah dimodel-modelin aneka rupa, pokoknya lucu-lucu…

Masih berdasarkan pemaparan Song Bora Onnie di acara taklim Rumaisa tempo hari, kita sebagai muslim/ah di sini usahakan menampilkan pribadi muslim yang bersih dan rapi.. Makanya, walaupun pak suami termasuk yang cuek banget urusan pakaian, saya mengikhtiarkan sedemikian rupa dengan pakaian yang terbatas ini beliau bisa tetap tampil rapi, mengikhtiarkan ga nabrak warna, dan tidak sampai “mengganggu” pandangan orang lain..

Satu hal juga yang bahkan saya pikirkan sebelum berangkat ke sini adalah tentang warna jilbab…Saat di Indonesia, saya sangat senang dan nyaman memakai jilbab warna hitam.. Selain hemat karena bisa masuk ke warna gamis apapun , juga warnanya tidak mencolok, merasa lebih tersembunyi.. Tapi di sini malah sebaliknya.. Hitam malah menjadi warna yang mencolok, terlebih karena propaganda media yang menyangkutpautkan Islam dengan kelompok teroris semacam I*IS.. Akhirnya selama di sini saya mencoba lebih banyak menggunakan warna jilbab yang variatif walaupun tetap bukan warna yang terlalu cerah dan cantik, asa teu cocok buat si saya mah… Hehehe…

***

Orang Korea “gila kerja”? Hmmm.. Mungkin iya mungkin tidak, tergantung orangnya kali ya.. Hanya saja kalau kata pak suami, beliau tidak akan berani menawarkan lowongan sekolah di suatu tempat di sini jika tidak tahu profesornya seperti apa… Hehehe… Kadang ada aja kejadian profesor yang tanda kutip memforsir tenaga mahasiswanya berlebih..

Alhamdulillah, salah satu rizki dari Allah di sini adalah suami bertemu dengan profesor yang kami sendiri heran kenapa beliau ini agak “nyeleneh”.. Santai bagi ukuran orang Korea.. Beliau penganut live-work balance, dan kesehatan mental mahasiswa nya adalah hal yang penting.. Makanya, profesornya suami ini tidak akan menanyakan urusan pekerjaan di hari libur, kalaupun terpaksa beliau malah akan meminta maaf berulang kali…

Sempat di suatu Jumat suami dan teman-teman labnya masih belum pulang padahal waktu sudah malam.. Harusnya profesor seneng dong ya anak-anaknya rajin, eh beliau malah ngobraki nyuruh cepet pulang.. Bahkan sempat juga karena mengejar sebuah deadline, suami dan professor nya terpaksa harus diskusi sampai menjelang tengah malam, yang ada beliau terus minta maaf sampai ketemu lagi hari Senin nya.. Kkkk…Yang paling berkesan adalah saat kami merayakan Idul Adha tahun lalu beliau mengirimkan voucher es krim untuk anak-anak, yang sayangnya harus kami tolak karena es krimnya masih meragukan kehalalannya..Tapi ternyata suatu hari profesor malah ngasih mentahannya ke pak suami, “Belikan sesuatu untuk anak-anak”. MasyaaAllah, rizqi minallah…

Kadang suami akhirnya malah belajar tentang “memanusiakan” mahasiswa dari professornya ini.. “Nanti kalau pulang lagi ke Indonesia , abi berarti harus tau waktu ya kalau nanya kerjaan ke orang” kkkk…

Ya begitu lah, dan cerita seperti profesor suami ini sebenarnya pernah juga kami dengar dari teman-teman lain yang mendapatkan rizki yang sama, professor yang baiknya luar biasa..

Tapi satu hal yang pasti, orang sini sangat menghargai waktu.. Suatu ketika suami janjian ketemu orang karena mau membeli suatu barang second, ternyata orangnya lupa dan membuat suami harus menunggu lama di tengah suhu yang sangat dingin… Saking merasa bersalahnya, orang tersebut sudah mah bolak-balik minta maaf, kirimin voucher makanan pula, bahkan akhirnya menggratiskan barangnya..

***

Orang Korea sangat realiatistis atau terlampau realistis kalau urusan materi? Hmm..

Sebagian orang yang memiliki kenalan orang Korea asli mengatakan begitu. Bahkan ini yang menjadi salah satu sebab orang Korea tidak atau menunda menikah, tidak atau menunda memiliki anak.. Karena mempertimbangkan masalah ekonomi…Tentu itu kembali kepada tiap individu..

Hanya saja saya sama suami suka senyum-senyum sendiri kalau melihat kondisi kami pribadi.. Hidup di Korea, di ibukota Seoul dengan jumlah anggota keluarga 5 orang, dan penghasilan jauh di bawah UMR karena berstatus mahasiswa yang penghasilannya dari beasiswa.. Tapi MasyaaAllah, sebagai muslim kami bersyukur karena Allah anugerahi pedoman tentang konsep bagaimana memandang rizki terutama harta, konsep memandang dunia dan kehidupan ini.. Karena kalau hanya hitung-hitungan angka tentu akan dianggap sangat mustahil kami bisa hidup layak di sini. Tapi nyatanya Allah yang Maha Pengasih masih memberikan rizki yang amat banyak, kemudahan, kesehatan, kesempatan, dan yang paling besar adalah anugerah iman dalam dada yang membuat seorang muslim bisa berdiri tegak dengan harapannya yang besar hanya kepada Allah… Alhamdulillahilladzii bini’matihi tatimmush shoolihaat…

Makanya sempat suatu hari saya lihat youtuber orang Korea yang punya basis subscriber di Indonesia mengatakan bahwa kenapa ya orang Indonesa itu terlihat lebih “bersyukur” dan enjoy menjalani kehidupan? Ya karena salah satu faktor yang berpengaruh adalah adanya AGAMA… Padahal kalau dari segi kemajuan teknologi dan perkembangan ekonomi tentu Korea jauh di atas Indonesia… Tapi kebahagiaan ternyata bukan hanya soal materi, tapi letaknya di hati..

Jadi ingat nasihat Ust. Budi Ashari bertahun-tahun lalu, bahwa bagi seorang muslim sudut pandang kebahagiaannya bukan lah duniawi tapi ukhrowi. Karena kalau hanya berkutat masalah dunia tentu tak akan ada habisnya. Muslim menjadikan dunia sebagai kendaraannya menuju akhirat.. Muslim menyadari bahwa dunia ini fana dan akhirat lah yang kekal selamanya… Muslim punya dua kondisi yang baik, yaitu sabar dan syukur.

So.. Apa kesimpulannya?

Semua cerita di atas adalah pengalaman pribadi yang tentu saja tiap orang bisa berbeda-beda. Saya pribadi merasa bahwa banyak hal baik yang bisa dicontoh dari orang sini.. Tapi di sisi lain, saya semakin merasa bersyukur terlahir sebagai orang Indonesia terlebih sebagai seorang muslim..

Leave a comment