Jadi teringat artikel-artikel di TARBAWI edisi khusus beberapa bulan lalu..” AYAH PUNYA CARANYA SENDIRI DALAM MENCINTAI KITA”… (Yah,,jadi tiba-tiba kangen gini)
“Apa” itulah sebutanku untuk ayah tercinta…Tak jauh dari apa yang dituliskan di artikel-artikel itu, ayahku pun sama seperti ayah yang lain,,lebih sering diam, jarang mengekspresikan perasaan, dsb…Tapi bagiku kesan dirinya begitu dalam, sama dalamnya dengan “mamah”ku…
Masih ingat bagaimana ketika kecil, seusai pengajian, “Apa” menceritakan kisah para nabi dan perjuangan umat Islam dulu..Lalu seiring aku tumbuh, sering sekali ia mengajakku berdiskusi bahkan berdebat..Kalau sudah ngobrol bisa sampai tengah malam,,dan suara kami bisa bikin orang-orang ga bisa tidur (saking kencengnya kalau ngobrol). Dan masih banyak lagi kenangan yang lain,,hmmm
Tapi ada satu hal yang begitu melekat dalam ingatan…
Bertahun-tahun lalu, pada suatu malam aku bermimpi. Mimpi yang sebenanrnya tidak mengenakkan. Di mimpi itu “Apa” meninggal dan aku menangis sejadi-jadinya,,,tapi tiba-tiba ia datang dan berkata,,” Teh, jangan nangis nanti juga ketemu lagi di Syurga”…Lalu di mimpi itu aku bertekad ingin jadi anak shalih biar suatu saat ketika maut benar-benar memisahkan kami, aku tidak akan sedih karena yakin akan pertemuan yang lebih abadi…
Yah,,mimpi itu selalu aku ingat sampai sekarang,,sampai-sampai waktu aku masih polos dulu,,aku rajin ngaji dsb karena aku termotivasi ingin berkumpul lagi sama ” Apa” nanti di syurga.. (sekarang baru sadar kalau yang harusnya jadi motivasi adalah Allah semata)…
Suatu hari “Tetehku” bertanya,,”Wulan, kriteria calon suaminya seperti apa?”,,waduh bingung lah ditanya gitu, mana sempet mikirin kriteria calon suami mikir mau nikah aja masih lama..Trus dengan enteng kujawab ” Seperti bapak saya Teh”..(hah?? tetehku bingung)
Selama hidup, ya “Apa”ku lah laki-laki terdekat,,dengan segala kelebihan dan kekurangannya,aku mengagumi beliau.. Tentu kalau minta yang seperti Rasulullah atau para sahabat aku juga malu, siapa diri ini, makanya kujawab,,minimal seperti “Apa”,,Seseorang yang bisa membimbingku semakin dekat dengan Allah, menjaga hijab, bisa memenuhi hausku akan ilmu,bisa menjawab pertanyaan-pertanyaanku, dsb…Dan tanpa sadar itulah do’a yang selalu kupanjatkan pada Allah ketika meminta pendamping hidup..
Akhirnya, tibalah saatnya ketika “seseorang” datang mengkhitbahku…Sedari awal aku berprinsip, siapapun yang “diberikan” ayahku akan kuterima,,,dan ternyata “dia” lah yang menurut “Apa” pantas untukku…
Dan saat itu pun tiba,,detik-detik harus memulai hidup baru, serasa menjadi detik-detik perpisahan dengannya walaupun bukan berarti terpisahnya ikatan, hanya terpisah secara kesempatan saja.. Yang mungkin dulu pundaknya lah tempat aku bersandar, tapi sekarang bukan lagi.. Yang dulu mungkin cintaku untuknya,,tapi sekarang harus kubuka ruang lain di hatiku untuk cinta yang lain…
Walau nyatanya sudah terbiasa dengan jarak, tapi rasanya momen itu begitu berbeda, ketika ia mengucapkan kata-kata ” ijab” menyerahkanku pada seseorang yang akan menjadi imam baruku, yah seseorang yang pada akhirnya menjadi yang terpenting dalam hidup, seseorang yang akan kudahulukan bahkan melebihi “Apa” dan “Mamah”..
Kalau kuingat momen-momen itu ada perasaan haru bercampur lucu. Saat itu adalah yang pertama dalam hidup “Apa” membelai dan mengusap-usap kepalaku,,seolah mau berkata “Teh, jadi istri yang shalihah yah”..(unforgettable moment lah)…
Dan kini,,walau aku sudah jadi istri orang,,ayahku tetaplah ayahku,,yang tiap kali menelpon akan berkata ” Muhun ku Apa di do’akeun”..(hah kalau sudah dengar kata-kata itu legaaa rasanya)
Ada seuntai kalimat menarik di TARBAWI yang kubaca. Seorang ayah berkata kepada anak gadisnya, “Jangan cengeng meski kamu seorang perempuan, jadilah selalu bidadari kecilku dan bidadari terbaik untuk ayah anak-anakmu kelak: laki-laki yang lebih bisa melindungimu melebihi perlindungan ayah. Tapi jangan pernah kau gantikan posisi Ayah di hatimu.”
Iya,,kau takkan tergantikan,,hanya saja kini di hati itu ada ruangan lain untuk seseorang yang lain yang juga kucintai sama besarnya dengan aku mencintaimu…
Dan tetap,,, kelak di Yaumil Akhir aku ingin berjumpa dan berkumpul denganmu kembali..Suatu keinginan setelah kuinginkan pertemuanku dengan Rabb-ku, Rasulullah, dan juga orang-orang shalih lain yang Allah cintai.
Semoga Allah menjadikan kita bagian dari hamba-hamba yang Dia ridhai.
Continue reading ““Apa””